Monday, November 19, 2007

Berhentilah Jadi Gelas

Seorang guru sufi mendatangi seorang muridnya ketika wajahnya kebelakangan ini selalu nampak sedih.

"Kenapa kau selalu sedih, nak? Bukankah banyak hal yang indah di dunia ini? Ke mana perginya wajah bersyukurmu?" Gurunya bertanya.

"Guru, belakangan ini hidup saya penuh masalah. Susah bagi saya untuk tersenyum. Masalah datang seperti tak ada penghujungnya" jawab si murid muda.

Gurunya terkekeh. "Nak, ambil segelas air dan dua genggam garam. Bawalah kemari. Biar kuperbaiki suasana hatimu itu. "Si murid pun bergerak pelan tanpa semangat. Ia melakukan permintaan gurunya itu, lalu kembali lagi membawa gelas dan garam sebagaimana yang diminta.

"Cuba ambil segenggam garam, dan masukkan ke dalam segelas air itu," kata Gurunya itu. "Setelah itu cuba kau minum airnya sedikit." Si murid pun melakukannya. Wajahnya kini meringis kerana meminum air masin.

"Bagaimana rasanya?" tanya Gurunya.

"Masin, dan perutku jadi mual," jawab si murid dengan wajah yang masih meringis.

Si Guru terkekeh-kekeh melihat wajah muridnya yang meringis kemasinan.

"Sekarang kau ikut aku." Si Guru pun membawa muridnya ke danau di dekat tempat mereka. "Ambil garam yang tersisa, dan tebarkan ke danau." Si murid menebarkan segenggam garam yang tersisa ke danau tanpa cakap apa pun.

Rasa masin di mulutnya belum hilang. Ia ingin meludahkan rasa masin dari mulutnya, tapi tak dilakukannya. Rasanya tidak sopan meludah di hadapan mursyid, begitu pikirnya.

"Sekarang, cuba kau minum air danau itu," kata Si Guru sambil mencari batu yang cukup rata untuk didudukinya, tepat di tepi danau.

Si murid menadahkan kedua tangannya, mengambil air danau, dan membawanya ke mulutnya lalu meneguknya. Ketika air danau yang dingin dan segar mengalir di tenggorokan, Si Guru bertanya kepadanya, "Bagaimana rasanya?"

"Segar, segar sekali," kata si murid sambil mengelap bibirnya dengan telapak tangannya. Tentu sekali, danau ini berasal dari aliran sumber air di atas sana. Dan airnya mengalir menjadi sungai kecil di bawah. Dan sudah pasti, air danau ini juga menghilangkan rasa masin yang tersisa di mulutnya.

"Rasa tak garam yang kau tebarkan tadi?"

"Tidak sama sekali," kata si murid sambil mengambil air dan meminumnya lagi. Si Guru hanya tersenyum memperhatikannya, membiarkan muridnya itu meminum air danau sampai puas.

"Nak," kata Si Guru setelah muridnya selesai minum. "Segala masalah dalam hidup itu seperti segenggam garam. Tidak kurang, tidak lebih. Hanya segenggam garam. Banyaknya masalah dan penderitaan yang harus kau alami sepanjang hidupmu itu sudah ditakdir oleh Allah, sesuai untuk dirimu. Jumlahnya tetap, tidak berkurang dan tidak bertambah.

Setiap manusia yang lahir ke dunia ini pun demikian. Tidak ada satu pun manusia, walaupun dia seorang Nabi, yang bebas dari penderitaan dan masalah.

Si murid terdiam, mendengarkan.

"Tapi Nak, rasa `masin' dari penderitaan yang dialami itu sangat tergantung dari besarnya 'qalbu'(hati) yang menampungnya. Jadi Nak, supaya tidak merasa menderita, berhentilah jadi gelas. Jadikan qalbu dalam dadamu itu jadi sebesar danau."